You need to enable javaScript to run this app.

Cerpen: Mimpi Runa Menjadi Lentera

  • Selasa, 20 Februari 2024
  • Humas Madrasah
  • 0 komentar
  • dilihat 48 kali
Cerpen: Mimpi Runa Menjadi Lentera


Runa adalah seorang gadis muda yang baru saja lulus dari perkuliahan. Ia memutuskan untuk kembali ke desa yang bernama desa Uta. Betapa menyedihkannya saat ia tahu tempat dimana ia di lahirkan itu sangat kumuh dan kebanyakan dari kalangan orang bawah yang kesusahan untuk menyekolahkannya anak-anak mereka yang akhirnya menyebabkan minim akan baca tulis.


Runa berkeliling desa untuk melihat tempat yang sudah lama ia rindukan itu.

"Runa-!" Sapa seorang gadis dengan rambut yang di kepang dua itu

"Loh?! Gera??!!" Tanyaku tak kalah ribut

"Iya, ini Gera. Kamu kapan pulang Run?" Sembari menjabatnya tangannya

"Baru aja semalem, Gera masih belum kuliah?" Tanyaku

"Gatau Run, Belum ada biayanya"

"Semangat ya Ra, Kalo ada niatan baik pasti jalan" tambahku dan hanya di beri anggukan dan senyum ringan

"Ra kemarin aku ngobrol sama tetangga samping rumah, aku kaget banget pas tau anaknya yang usia sekitar delapan tahun belum bisa baca" Aduku pada gera

"Udah dari dulu kali Run desa kita ketinggalan jauh sama yang lain"

"Emang pemerintah gk ngasih fasilitas?, Terus kualitas guru di sini gimna astaga" Kesal ku

"Tau sendiri di sini sekolah cuma ada satu buat anak SD, TK. Tapi ya begitu, nyatanya masih banyak anak-anak yang belum lancar baca tulis"

"Miris banget Ra... padahal anak-anak di sini banyak. kasian banget kalo keadaannya begitu" ucapku sedih

"Yaudah kamu buka les aja Run" ide Gera

"Les?!, Boleh juga tuh! Toh aku juga lagi nganggur" Jawapku riang

"Nah yaudah sana les in anak-anak di sini tiap abis isya" Tambahnya

"Kamu bisa bantu aku gk Ra?, Kalo aku sendirian pasti bakal Kewalahan"

"Rencana kamu mau bikin konsep les yang gimna?" Tanya Gera

"Aku mau keliling desa, dari satu titik ke titik yang lain tiap harinya. Dan aku bakal ngajarin anak-anak lewat Musholla biar mereka gk terlalu jauh ataupun bingung nyari lokasinya"

"Boleh juga tuh, Kira-kira kamu ada perlengkapannya gk?"  Pertanyaan Gera langsung menohok ulu hatiku

"Ah iya juga...aku hanya memiliki beberapa buku yang cocok untuk di ajarkan ke anak-anak, namun tidak banyak. Sedangkan anak-anak di sini jumlahnya terbilang cukup banyak" Jawapku dengan ekspresi lesu

"Gapapa Runa, Gk masalah. Kita coba aja dulu pake perlengkapan seadanya"

"Iya Ra, tolong bantuannya ya biar desa kita ini bisa lebih baik daripada sebelumnya" ajakku

Dengan hari yang sudah di tentukan aku dan gera sudah bersiap untuk keliling desa menaiki sepedah ontel dengan membawa buku paket untuk belajar.

Tempat tujuan pertama kami adalah perumahan yang terletak di timur tidak jauh dari Musholla sesuai dengan yang kami harapkan.

"Permisi ibu, boleh kamu menawarkan sesuatu?" Sapaku ramah kepada sekelompok ibu ibu yang tengah berbincang hangat itu


"Oh boleh neng, nawarin apa ya?"

"Ini Bu, saya sama teman saya mau ngadain les baca tulis untuk anak anak di perumahan sini. Setiap hari Senin, Rabu, dan Jum'at kami juga akan meminta izin untuk memakai musholla guna lokasi yang strategis untuk mengajar. Kira-kira ibu-ibu sekalian keberatan tidak ya?" Ucapku penuh dengan kehati-hatian

"Ini beneran neng?" Sahut salah satu ibu-ibu yang memakai kerudung biru

"Iya Bu ini beneran kok, untuk saat ini kami gratiskan dahulu nanti jika berjalan lancar bulan depan akan saya kasih tarif seribu tiap pertemuan saja" tambah Gera lalu para ibu-ibu saling bertatap muka seolah-olah sedang berdiskusi dengan menunjukkan ekspresi senang

"Oh boleh, gapapa neng kita semua setuju. Mana murah banget lagi ya" Sahutnya riang

Aku dan Gera sangat amat senang karena sudah mendapatkan persetujuan. Dan hari itu juga kami segera memulai les pertama kami.

Anak-anak di sana awalnya kesusahan. namun karena kesabaran Gera dan aku mereka mulai bisa mengikuti alur dengan riang.


Di perjalanan pulang aku dan Gera berbincang tentang perjalanan kami selanjutnya.

"Allhamdulillah ya Ra hari ini berjalan lancar. gk nyangka ibu-ibu di sana juga ramah-ramah banget" ucapku penuh rasa syukur

"Iya run allhamdulillah...oiya kamu tadi liat kan banyak banget anak-anak pada antusias belajarnya dan kita beneran kekurangan buku hahahahhaha" canda Gera

"Ah iya bener, kalo begini terus mereka kasian bakal saling tunggu menunggu buat ganti giliran baca dan tulis dan bakal makan waktu lama buat mereka pulang istirahat" tambahku

"Nah bener, jadi kita harus gimna run?" Tanya Gera dengan keseriusan

"Gimna kalo aku keluar ke desa sebrang sana buat nyari buku yang bisa menunjang pembelajaran mereka" Jawapku

"Uangnya dari mana Runa?"

"...belum tau Ra, aku bisa pake tabungan aku dulu. Mungkin cukup buat beli beberapa"

"Serius gapapa?"

"Iya gapapa dong. Yaudah besok pagi aku keluar dulu buat nyari yang kita butuhin."

Sesuai yang di tentukan semalam, aku memutuskan menaiki angkutan umum untuk pergi ke pusat Toko Buku

Sesampainya di sana aku segera memilah buku yang cocok dan harganya terjangkau mengingat kami tidak memiliki dana yang cukup.


Setelah memilah aku segera ke kasir untuk membayarnya namun siapa sangka hari-hari apes seperti ini akan terjadi

"Totalnya 950.000 mba" aku membelalakkan mataku kala mendengar harga yang di taksir itu

"Astaga, mba saya kekurangan 250.000 apa boleh besok saya kemari lagi?"

"Tidak bisa mba, pembayaran harus di bayar di tempat" mendengar jawapan itu membuat ku terpaku dan memikirkan apa yang harus di lakukan saat ini

"Udah mba saya aja yang bayar kurangnya" terdengar suara lelaki sembari memberikan uang kepada kasir. Melihat kejadian itu tentu saja aku menolak

"Eh, tidak usah repot-repot kak. Saya akan kembali besok dengan uang yang cukup" tolakku tidak enak di sertai rasa terkejut yang amat sangat.

"Ah gppa mba, lagipula saya bawa uang lebih" sembari memberikan senyum ramah kepadaku

"Ini mba silahkan di ambil barang bawaannya, terimakasih sudah berbelanja di sini" timpal mbak kasir kepadaku

"Udah biar saya aja yang bawa" aku tentu tidak enak hati, sudah di bayari sekarang di bawakan pula. Namun aku tidak mau membuat keributan kecil hanya karna kebaikan yang ia berikan padaku

"Maaf kak, sebelumnya saya ingin berterimakasih sudah menolong saya tadi"

"Sama-sama, ngomong-ngomong nama mba siapa?. Saya Juan" ramahnya sembari mengulurkan tangan padaku

"Saya Runa" ku raih uluran tangan itu

"Nanggung banget nih, gimna kalo kamu saya anter pulang sekalian?. Kebetulan saya bawa mobil, di dalem sana ada kakak saya sedang menunggu"

"Ah tidak usah Juan, ini sudah lebih dari cukup" tolak ku halus

"Sudah mari ikut saja"

Sesampainya di mobil aku melihat ada seorang wanita yang sangat cantik, parasnya juga tenang tengah membaca buku

"Kak, kenalin ini Runa"

"Oh, halo Runa. Saya Kirana. Kemari, duduk di sebelahku" ajaknya. Aku dengan malu-malu mengiyakan ajakan ramah dari dua insan itu

"Runa rumahnya di mana?" Tanya Juan dari kursi kemudi

"Desa Uta, tolong turunkan saja di pinggir jalan saja saya bisa jalan kaki sebentar nantinya" Ujarku

"Desa Uta yang terkenal buta huruf itu ya Run?" Tanya Kirana

"Iya kak, kok kamu bisa tau ya?"

"Saya pernah denger soal desa Uta itu. Tidak di pungkiri betapa susahnya anak-anak disana untuk menuntut ilmu salah satunya pasti karena ekonomi keluarga" jelas kirana

"Runa kenapa beli buku sebanyak itu?" Tanya Juan

"Oh ini untuk anak-anak belajar"

"Maksudnya?" Tanya kak Kirana

"Saya dan teman saya Gera tengah berupaya untuk membuka les gratis" jelasku

"Wah mulia banget niat kamu Run, semoga di lancarkan ya usaha kamu ini" kata semangat Kirana

"Amin kak, oiya boleh minta nomor tlfnnya gk?" Tanyaku pada Kirana. jujur saja aku malu telah menyodorkan handphone jadul padanya. Smartphone ku baru saja rusak dan laptop ku jual untuk memenuhi kebutuhan lainnya

"Untuk apa?"

"Tadi saya di kasir terus Juan membayar kurangannya. Saya akan menggantikan uang tersebut secepat mungkin kak"

"Tidak usah Runa, saya ikhlas kok" sahut Juan

"Kasih saja nomornya, nanti kalo kau butuh bantuan panggil aku atau kak Kirana" tambah Juan

"tidak tidak, aku akan sangat menyusahkan nanti" tolakku penuh dengan rasa sungkan

"Tak apa, kami senang bisa membantu mu"


Malam itu aku dan Gera tengah menyusun buku-buku baru yang baru saja ku beli. Aku juga bercerita kepada Gera tentang Juan dan Kirana yang berbaik hati sudah membantuku.

Malam itu berjalan sesuai rencana, anak-anak terlihat bahagia ketika belajar dengan buku paket yang baru.


Terhitung sudah tiga Minggu aku dan Gera bekerja sama untuk mengeleskan anak-anak. Namun itu semua berakhir ketika aku tahu bahwa ibu Gera tidak suka akan aktivitas yang telah Gera lakukan bersamaku. Menurut ibu Gera itu hal yang merugikan.

"Gera, Kamu yakin mau ninggalin ini semua?" Tanyaku yang tentu saja terdengar sedih dan kecewa

"Run, aku gk bisa nolak permintaan ibu. Kamu berjuang sendiri ya" setelah mengucapkan hal itu Gera meninggalkan ku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah Gera memutuskan untuk pergi aku masih terus melakukan aktivitas yang biasa ku lakukan bersamanya. bedanya sekarang aku sendiri. Tak luput juga ibu dari anak-anak yang ku ajar menanyakan tentang gera. Hal itu sebenarnya membuatku sedih. Bagaimana tidak, secara ini semua juga termasuk idenya Gera yang membuat ku melangkah sejauh ini. Namun aku juga tidak menyangka bahwa dia juga akan pergi jauh dariku.


Sudah dua Minggu aku menjalani ini dan semakin ke sini aku semakin kesulitan dalam menanganinya. Anak-anak semakin banyak yang tertarik untuk ikut belajar dan aku juga harus lebih ekstra dalam membimbing. Di tambah buku-buku yang aku beli ternyata masih kurang karena seiring berjalannya waktu dan dari mulut ke mulut terdengar ada les berbayar yang terbilang sangat murah membuat banyak ibu-ibu yang tertarik untuk menyuruh anak-anak mereka belajar.


Aku kelelahan akhir-akhir ini. Dalam seminggu aku akan mengajar di dua tempat yang berbeda dengan hari yang berbeda juga. Aku memutuskan untuk libur dahulu dan memikirkan rencana paling cocok untuk diriku saat ini.

Aku merindukan Gera, namun tiap kali bertemu Gera tidak pernah mau menatapku dan membalas sapaan ku kecuali hanya tersenyum kecil lalu pergi.


Berjam-jam lamanya aku berfikir dan ini sudah tengah malam. Aku merasa bahagia dan sedih dalam waktu yang bersamaan. Aku senang karena sudah mulai terlihat anak-anak yang aktif dan cepat tanggap dalam belajar. Dan hal sedihnya aku mulai kewalahan dan kehabisan cara untuk melanjutkan ini semua.

"Biaya untuk membeli buku-buku baru tidak cukup. Setiap pertemuan membayar seribu rupiah dan jika ku kumpulan aku baru akan bisa membeli buku kira-kira tiga bulan lagi sedangkan anak-anak yang ikut les sudah terlalu banyak itu tidak cukup" ucapku pada diriku sendiri. Rasanya aku ingin menangis saja.

Sembari memikirkan hal rumit ini aku baru sadar sedari tadi tengah memegang handphone jadul ku dan aku mulai terpikirkan tentang apa yang di ucapkan Kirana dan Juan selama di mobil kala itu.

"Apa aku minta tolong kepada mereka saja?" Gumamku

"Ah tidak tidak!. Merepotkan orang saja" kacau ku pada diriku sendiri

"Tapi aku benar-benar membutuhkannya" sadarku lalu menaruh kepalaku yang terasa amat berat ini di atas meja.


Pagi harinya aku mencoba menghubungi kak Kirana

"Halo?"

"Runa ya?" Jawap seseorang dengan suara lembut dari sebrang sana

"Iya kak, ini aku Runa" Jawapku sumringah

"Halo Runa, apa kabar?"

"Allhamdulillah baik. Bagaimana dengan kakak sendiri? Dan kak Juan?

"Ah Juan baik, aku juga baik kok hahaha. Oiya Runa ada apa?"

Aku mulai ragu dan merasa sangat malu karena sudah nekat menelfon kak Kirana yang notabenenya orang yang baru saja ku kenal

"Anu kak, aku mau meminta tolong. Bisa kita bertemu secara langsung saja?. Tidak enak bicara di tlfn" ajakku

"Runa mau bertemu dimana?, Nanti aku ajak Juan juga"

"Nanti sore kak,  cafe sebelah toko buku yang waktu itu kita bertemu"

"Apa tidak terlalu jauh untukmu?" Tanya kak Kirana

"Tidak kok, aku akan sangat berterimakasih karena kalian sudah mau meluangkan waktu untukku"

"Baiklah kalau begitu kita bertemu di sana ya" Ingat kirana


Sesuai waktu yang sudah di tentukan ku sudah menunggu Kirana dan Juan untuk bertemu

"Runa!" sapa Juan dan di sebelahnya sudah ada Kirana dengan senyum manisnya

"Halo, mari duduk dulu" ajakku spontan

"Jadi Runa, ada perlu apa?" Tanya Kirana

"Jadi begini, Aktivitas les yang biasa ku jalani bersama Gera sedikit kacau karena dia sudah tidak bisa ikut mengajar. Dan aku kewalahan karena terlalu banyak anak-anak yg ikut dan parahnya lagi aku kekurangan buku" jelasku

"Apa tidak ada lagi pemuda-pemudi yang seumuran denganmu?" Tanya Juan

"Aku sudah lama tidak tinggal di situ karena kuliah. Dan aku hanya mengenal Gera, satu-satunya temanku di sana"

"Itu pasti sangat sulit untukmu, Juan apa kau memiliki ide untuk masalah ini??" Pertanyaan Kirana membuat Juan berfikir sejenak

"Sepertinya aku bisa membantu. Runa, kebetulan aku mempunyai organisasi khusus baca tulis bisa di bilang volunteer"

"Benarkah?!" Tanyaku antusias

"Oiya, Juan memang memiliki organisasi itu sudah lebih dari tiga tahun. Runa, menurutku kau bisa mengajukan diri" Titah Kirana cukup membuatku terhibur akan ajakan itu

"Bagaimana aku mendaftarkan diri?, Apa aku harus membayar juga?" Tanyaku pada Juan

"Tidak, kau tidak perlu membayar. Kami memiliki dana sendiri untuk hal itu" dengan senyum khas miliknya

"Aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi atas ini semua" ucapku penuh haru dan benar-benar hampir menangis karenanya.

Kirana mengelus pelan lenganku berusaha menenangkan ku karna terlalu bersemangat dan terharu pastinya

"Runa, jangan sungkan-sungkan jika butuh saran dari kami. Kita berdua akan menyempatkan waktu untuk berbincang dengamu"



Siang itu kami berbincang banyak hal. Tentang langkah-langkah untuk kedepanya dan rencana kedatangan volunteer ke desaku serta galangan dana untuk sebuah perpustakaan umum.

Kak Kirana menyarankan agar mengajukan surat ke pemerintah pusat untuk bantuannya. Dan aku menyetujui hal itu.


Sudah terhitung dua Minggu lamanya sejak kami Bertemu dan bertukar kabar melalui handphone. Di tunggu punya tunggu gerakan dari pemerintah pusat tidak ada tindak lanjut.


Namun aku tidak kehabisan akal. Aku meminta untuk bertemu lagi dengan kak Kirana dan Juan untuk mengutarakan ideku.

Semasa kuliah dulu, aku pernah di ajarkan bagaimana caranya menggalang dana melalui media sosial. Namun untuk melakukan itu aku harus mempunyai handphone atau laptop.

Dengan bantuan Kirana dan Juan aku jadi bisa menyalurkan ideku.

"Runa, aku mendukung sepenuhnya niat baikmu itu. Semoga kali ini berhasil" tutur Kirana

"Justru aku ingin berterimakasih atas kebaikan kalian berdua" tambahku

"Mari berusaha sekali lagi, kali ini pasti bisa" ujar Juan


Juan dan Kirana mengunjungi desaku dan memotret beberapa aktifitas dan tempat yang di anggap cukup untuk menarik simpati di sosial media.


Malam itu adalah hari ke empat semenjak Kirana dan Juan mengunjungi tempatku.

Aku baru saja pulang dari mengajar dan pikiranku berkecamuk tentang penggalangan dana apakah berhasil atau tidak itu terlintas di pikiranku.

Kala aku hendak menutup mata ku dengar handphone berdering. Segera ku angkat dan itu suara Juan

"Run?"

"Iya Juan, ini Runa. Ada apa malam-malam begini?"

"Kau tahu rencana penggalangan dana untuk desamu sekarang berhasil!"

"Sungguh?!" Jawapku tak kalah terkejutnya

"Iya aku tidak bohong, kita hanya perlu menunggu enam hari lagi sampai waktu penggalangan dana habis"

Hatiku berdegup kencang mendengar informasi itu. Luruh air mataku tak menyangka akan menjadi hasil seperti ini.

Sekarang sudah memasuki hari kedua belas. Seperti yang sudah di rencanakan, para volunteer juga Kirana dan Juan sudah hadir di desaku dan menata segala sesuatu yang di butuhkan. Uang hasil penggalangan dana juga sudah di siapkan.

Uang hasil penggalangan dana langsung di buatkan perpustakaan umum, yang tentunya kami semua serta penduduk setempat bahu membahu membuat perpustakaan umum.

Ini sudah enam bulan setelah semuanya selesai. Juan, Kirana dan volunteer berpamitan pada anak-anak dan penduduk setempat adalah hal yang sangat mengharukan. Sekarang aku tengah menikmati senyum manis anak-anak di desaku dengan buku baru mereka dan senyum hangat para orang tua yang merasa teringankan. mengingat pendidikan untuk anak-anak mereka sangatlah terbatas. Namun sekarang tidak akan sesulit dulu dan ini akan menjadi hal terbaik yang ada di desa kami.

Ditulis Oleh: Vivi Liana Romadhoni 

Bagikan berita ini:

Beri Komentar

- Kepala Madrasah -

Sri Wati, S.Pd.I.

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat kepada...

Berlangganan
Banner